Mewujudkan Kota Hijau melalui Penyediaan Ruang Terbuka Hijau pada Wisata Perkotaan di Kota Malang
Saat ini kota-kota di dunia semakin berdesakan
semakin banyak manusia yang mengubah lanskap alam. Populasi penduduk didunia
tidak dibatasi ketika melakukan perpindahan ke kota yang menyebabkan
transformasi aktivitas penggunaan lahan (Waldner, 2009). Urbanisasi menjadi
faktor ekstrem yang memanifestasikan populasi terkonsentrasi di daerah
perkotaan dan mengubah lahan menjadi tertutup. Tidak hanya itu, ketika populasi
penduduk semakin bertambah menyebabkan kota menjadi kumuh, padat, kebisingan,
serta kemacetan lalu lintas. (Cillers, 2017). Proses urbanisasi mengakibatkan
degradasi lingkungan dan hilangnya kenakeragaman hayati global (Seto,dkk 2012).
Degradasi ruang hijau ini mengurangi kualitas keseluruhan ekosistem suatu
perkotaan yang berdampak pada kesehatan dan kesejahteraan manusia (Fang, dkk
2003). Fenomena ini menyebabkan perubahan struktur, bentuk dan ukuran kota yang
disebut sebagai keberadaan ekspansi perkotaan menjadi hitam tertutup dengan
aspal dan beton sehingga tidak ada ruang lagi untuk ruang hijau terbuka
(Millers, 2005). Dengan adanya penerapan konsep ruang hijau untuk wisata
perkotaan tentunya dapat mengurangi dampak dari urbanisasi yang terbilang
pesat.
Ruang hijau perkotaan mencakup semua jenis vegetasi
di wilayah perkotaan tertentu seperti taman, hutan, pohon, jalanan, dan lahan
pertanian yang menyediakan layanan rekreasi dan rekreasi publik (Nesbitt, dkk
2019). Ruang hijau perkotaan menyediakan beberapa layanan ekosistem untuk
manusia (Berghofer dkk, 2011). Ruang hijau perkotaan dapat mengatur lingkungan
perkotaan melalui pendingin udara (Lin et al., 2015), penghapusan polutan (Sun
et al., 2016), mitigasi limpasan badai, dan pelestarian tanah (Kremer et al.,
2016). Namun perlu diperhatikan mengenai dinamika ruang hijau perkotaan
mengenai tingkat penyediaan, ketersediaan, aksesibilitas, dan kesetaraan
terkait dengan faktor sosial ekonomi dan biofisik suatu kota (Chen dan Hu,
2015; Chen dan Wang, 2013a; 2013; Chen dkk., 2017b; Choumert). Fungsi ruang
hijau wisata perkotaan sebagai paru’paru kota yang dimana menjadi salah satu
aspek berlangsungnya fungsi daur ulang antara gas karbondioksida (CO2) dan
oksigen (O2) hasil fotosintesis khususnya pada dedaunan. Selain itu, ruang
hijau perkotaan memiliki beragam manfaat menurut (Caestro et al, 2016) antara
lain: (1) ruang hijau perkotaan memiliki fungsi ekologi, yang berkitan dengan
paru-paru kota atau wilayah. Tumbuhan dan tanaman hijau dapat menyerap kadar
karbondioksida, menambah oksigen, menurunkan suhu dengan keteduhan dan
kesejukan tanaman, menjadi area resapan air, serta meredam kebisingan, (2)
ruang hijau perkotaan menjadi ruang tempat warga dapat bersilaturahmi dan
berekreasi. Dengan adanya taman hijau masyarakat mulai dari anak-anak, remaja,
hingga dewasa dapat berolahraga dan melakukan aktivitas lainnya, (3) ruang
hijau perkotaan memiliki fungsi estetis. Suasana perkantoran, sekolah,
perumahan, dipenuhi tumbuhan hijau dan tanaman artifisial yang dapat
menghijaukan lingkungan sekitar menjadi lebih dingin dan nyaman, (4) ruang
hijau perkotaan memiliki fungsi ekonomi. Jenis tanaman menjadi nilai jual dan
nilai konsumsi sehingga tidak hanya ditata dengan baik sehingga menghasilkan
nilai ekonomi bagi pengelola. P2KH (2015) mengusulkan delapan atribut Kota
Hijau, antara lain: (1) green planning and design, perencanaan
dan perancangan kota yang beradaptasi pada kondisi biofisik kawasan, (2) green
open space, mewujudkan jejaring ruang terbuka hijau, (3) green waste, usaha
menerapkan 3R (reduce, reuse, recycle), (4) green transportation,
pengembangan transportasi yang berkelanjutan, (5) green water, efesiensi
pemanfaatan sumber daya air, (6) green energy, pemanfaatan sumber energi
yang efisien dan ramah lingkungan, (7) green building, pengembangan
bangunan hemat energi, (8) green community, kepekaan, kepedulian, dan
peran aktif masyarakat dalam pengembangan atribut kota hijau.
Zhao dan Chen (2018) mengusulkan enam persyaratan
ideal dalam mewujudkan ruang hijau perkotaan, antara lain: (1) status lahan
milik pemerintah daerah, (2) kemudahan aksesibilitas, (3) kedekatan dengan
pusat kegiatan masyarakat kota, serta bisa digunakan untuk publik, (4) aplikasi
pembangunan pada satu lokasi dengan luasan minimal 5.000 m2 atau pada dua lokasi
yang dihubungkan dengan koridor penghubung 'hijau' misal jalur sepeda, jalur
vegetasi, atau bentuk lain, (5) komposisi ruang hijau (softcape) : perkerasan
(hardscape) = min. 70% : max.30%, (6) berupa material ramah lingkungan (bisa
dimungkinkan untuk menyerap air). Sebagai contoh Kota Malang yang sudah
menerapkan wisata perkotaan yang hijau hal ini ditandai dengan adanya peta
komunitas hijau Kota Malang yang dibentuk sejak tahun 2012 oleh Forum Komunitas
Hijau Kota Malang yang berjudul 100 titik hijau Kota Malang. 100 titik tersebut
menunjukkan titik-titik lokasi ruang terbuka hijau yang menjadi sarana
sosialisasi warga Kota Malang yang tersebar dalam lima kecamatan, yaitu
Kecamatan Sukun, Klojen, Kedungkandang, Blimbing, dan Lowokwaru. Titik-titik
hijau yang berada di Kota Malang meliputi hutan kota, sumber air, sempadan
sungai, makam, kampung hijau, sekolah hijau, ruang terbuka hijau, alun-alun,
jalur hijau, dan lain-lain. Bahkan terdapat informasi jalur angkutan umum untuk
memudahkan aksesibilitas menuju tempat-tempat hijau. Dari titik-titik hijau
yang dipetakan diantaranya terdapat informasi profil Merjosari Green Park.
Merjosari Green Park ini menjadi salah satu taman kota pertama di Kota Malang
yang dibangun menggunakan konsep delapan elemen kota hijau dengan mengusung
tiga konsep utama, yakni play, preserve, dan progress. Beragam aktivitas
yang dilakukan di Merjosari Green Park, seperti senam aerobic, aksi
komunitas, panggung seni, jalan sehat, produk daur ulang, dan fun bike.
Tidak hanya Merjosari Green Park, di Kota Batu Malang tepatnya di wisata
perkotaan Selecta terdapat beragam tumbuhan hijau dan bunga-bunga yang terdapat
dipinggir jalan. Namun, tumbuhan hijau dan bunga-bunga segar tidak hanya
ditanam melainkan dijual oleh penduduk Selecta sehingga ketika wisatawan
mengunjungi Selecta pada pagi hari akan menghirup suasana segar dengan adanya
beragam pepohonan, tumbuhan hijau, serta bunga-bunga segar sebagai upaya
mengurangi polusi pada kendaraan yang berlalu lalang disepanjang jalan raya.
Mewujudkan Kota Hijau melalui penyediaan ruang terbuka
hijau menjadi salah satu solusi dalam mengembangkan wisata perkotaan di masa
depan. Ruang terbuka merupakan suatu area atau jalur yang berada di dalam
wisata perkotaan yang pembangunannya bersifat terbuka. Kemudian, di dalam area
tersebut disebut Kota Hijau karena menjadi tempat yang banyak ditumbuhi
pepohonan, tumbuhan, serta bunga alami yang sengaja ditanam untuk memberikan
kesan hijau dan segar sebagai upaya mengurangi polusi udara. Meski demikian,
ruang terbuka hijau pada wisata perkotaan menjadi fungsi menyeimbangkan
ekologis dengan adanya kota karena pohon dan tanaman yang dapat menyerap karbon
dioksida sekaligus menyimpan air. Namun, fungsi ini cenderung menurun ketika
diterapkan di kota-kota besar, seperti Jakarta yang memiliki tingkat polusi
yang tinggi. Di Kota Jakarta banyaknya Gedung yang menjulang tinggi dengan
kepadatan lalu lintas transportasi yang mengalami kemacetan setiap harinya.
Lahan yang digunakan untuk menanam pepohonan maupun tumbuhan hijau sudah tidak
ada lagi karena populasi penduduk di Jakarta semakin meningkat. Oleh karena
itu, di wisata perkotaan perlu mewujudkan ruang hijau pada kota-kota besar yang
belum mengalami kepadatan, seperti Jakarta.
Komentar
Posting Komentar