Tarian Wura Bongi Monca dan Tarian Cik Sima: Gelar Budaya Etnis Yogyakarta 2019

Sumber: Dokumen Pribadi


Dari sore hingga menjelang malam minat masyarakat untuk berdatangan ke dalam Atrium Mall Malioboro semakin ramai sampai berdesak-desakan. Masyarakat yang datang dengan wajah yang gembira menambah suasana menjadi tampak meriah dengan dilengkapi dengan pembawa acara yang sangat heboh sehingga dapat menarik perhatian penonton. Penonton semakin penasaran tidak sabar menunggu acara yang ditunggu-tunggu karena pembawa acara yang sibuk menyapa penonton mulai dari lantai atas sampai lantai bawah. Penonton yang hadir mulai dari sore hingga malam penguhujung acara selesai yang bertujuan untuk memberikan semangat kepada para kontingen yang ingin maju membawakan tarian khas daerahnya. Selain itu, para penonton hadir sebagai perwakilan ikut serta dalam memeriahkan Gelar Budaya Etnis Yogyakarta 2019. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 16-20 September 2019 pada pukul 17.00-21.00 WIB. Gelar Budaya Etnis Yogyakarta 2019 diselenggarakan setiap tahunnya oleh Dinas Kebudayaan Yogyakarta salah satunya ialah IKPMD (Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa Daerah) yang menggunakan Dana Keistimewaan 2019. Kegiatan ini bertujuan untuk mempererat beragam suku di Indonesia walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu dengan slogan Bhineka Tunggal Ika. Kegiatan ini memiliki tema yakni Semarak Legenda Suku Se Nusantara dengan menampilkan tarian yang dibawakan oleh pelajar dan mahasiswa dari 34 Provinsi yang menjadi perwakilan dalam daerahnya. Gelar Budaya Etnis Yogyakarta 2019 ini terbuka untuk umum dan tidak dipungut biaya. Hanya saja membayar tiket parkir ketika keluar dari parkiran basemen Mall Malioboro.
Penampilan dari 34 provinsi dibagi menjadi lima hari. Penampilan hari pertama terdiri dari enam provinsi yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Barat, Kepulauan Riau, Bali, Jawa Tengah, dan Kalimantan Utara. Penampilan hari kedua terdiri dari delapan provinsi yaitu Gorontalo, Kalimantan Timur, Papua, Maluku Utara, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Timur, Sumatera Barat, dan Jawa Timur. Penampilan hari ketiga terdiri dari delapan provinsi yaitu Papua Barat, Maluku, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Kalimantan Selatan, Lampung, Aceh, dan Jambi. Penampilan hari keempat terdiri dari delapan provinsi yaitu Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Barat, Banten, Sulawesi Tengah, Bengkulu, Riau, dan Kalimantan Barat. Dan penampilan hari terakhir terdiri empat provinsi Sulawesi Selatan, DKI Jakarta, Sulawesi Barat, dan Sanggar Nusantara. Pada saat hari terakhir, dari 34 provinsi akan diambil sepuluh besar sebagai penampilan yang terbaik. Panitia akan memberikan penghargaan uang pembinaan kepada sepuluh besar terbaik.
 Terdapat dua perwakilan yang tampil pada hari keempat Kamis, 19 September 2019 ialah Nusa Tenggara Barat dan Riau. Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Barat menampilkan kolaborasi antara Tarian Wura Bongi Monca dengan Tarian Daelamina. Tari Wura Bongi Monca merupakan seni budaya tradisional Bima yang dapat disebut juga dengan Tarian Selamat Datang. Bongi Monca adalah beras kuning. Beras kuning memiliki makna sebagai lambang kesejahteraan keluarga sebagai tanda terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tarian ini ditarikan dengan menabur beras kuning kepada tamu yang datang kembali berkunjung agar bahagia dan sejahtera. Pada masa kesultanan tarian ini biasanya ditampilkan untuk menyambut tamu-tamu sultan. Dalam penampilan Gelar Budaya Etnis Yogyakarta 2019, Tarian Wura Bongi Monca ini dilakukan oleh sembilan remaja putri dengan alunan gerakan yang lemah lembut disertai senyuman sambil menabur beras kuning ke arah tamu. Dalam falsafah masyarakat Bima bahwa tamu adalah raja yang dapat membawa rezeki untuk rakyat dan negeri. Sedangkan Tarian Daelamina merupakan tarian perpisahan antara putri kerajaan dengan dayang-dayang dari Kerajaan Sanggar karena  pada saat itu Sang Putri akan diasingkan ke Motilahalo. Kedua tarian ini merupakan tarian dari dua kerajaan yaitu Tarian Wura Bongi atau Tarian Selamat Datang dari Kerajaan Bima dan Tarian Daelamina atau Tarian Perpisahan dari Kerajaan Sanggar. Alat musik pengiring tarian ini ialah gendang besar, gong, sarone, dan tawa-tawa. Pada saat mereka menari mengenakan baju asi, sarung songket, dan properti pelengkap lainnya seperti gelang, kalung, selendang, dan lain-lain. 

Sumber: Dokumen Pribadi
Sumber: Dokumen Pribadi

Sedangkan perwakilan Provinsi Riau menampilkan Tarian Cik Sima. Tarian ini terinspirasi dari cerita legenda putri tujuh yang dikaitkan dengan asal Kota Dumai, Riau yang memisahkan  tentang penyesalan seorang ibu yang kehilangan ketujuh putri cantiknya. Ketika Sang Ratu yang bernama  Cik Sima menolak tunangan Pangeran Embang Kuala pada salah satu putrinya, membuat pangeran murka hingga terjadi peperangan yang tidak kunjung henti. Sang Ratu yang bermaksud menyelematkan ketujuh putrinya dengan menyembunyikan di dalam goa harus menelan kenyataan pahit karena harus kehilangan  ketujuh putrinya. “Unggut mari mayang diunggut, Mari diunggut dirumpun bulu, Jumput marida yang dijumput, Mari dijumput turun dituju”. Dalam penampilan Gelar Budaya Etnis Yogyakarta 2019, Tarian Cik Sima ini dilakukan oleh tujuh remaja putri yang yang cantik dengan alunan gerakan yang lincah disertai dengan senyuman. Mayoritas masyarakat Riau didominasi orang yang beragama Islam sehingga ketujuh penari semuanya mengenakan jilbab. Gerakan dalam Tarian Cik Sima. Pada saat mereka menari mengenakan baju kurung panjang, kain songket, kain samping, selendang, dan properti pelengkap lainnya seperti selendang, mahkota, bunga, dan lain-lain.

Sumber: Dokumen Pribadi
 Sumber: Dokumen Pribadi

Secara umum, penampilan Tarian Wura Bongi Monca dan Tarian Cik Sima sangat bagus dan dapat menghibur para penonton. Kedua tarian tersebut menggunakan iringan alat musik tradisional yang kental dengan budayanya dari Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Provinsi Riau. Penari Wura Bongi Monca dan Cik Sima dapat melakukan gerakaan dan ekspresi sesuai dengan penggambaran bentuk karakter tentang beras kuning dan cerita legenda putri ketujuh. Selain itu, penonton tampak meriah dan tidak merasa bosan pada saat melihat penari tersebut menampilkan tarian mereka dengan ekspresi  senyum dan bahagia. Namun, terdapat beberapa kesalahan yang dilakukan oleh penari sehingga tarian tersebut tidak sama dengan penari lainnya. Hal tersebut disebabkan oleh faktor deg-degan yang tampil di depan panggung yang dilihat oleh penonton.































Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pencinta Yamie? Wajib Cicip Yamie Panda Terenak di Yogyakarta

Wisata Berkuda dan Kuliner: Kompleks Candi Gedong Songo

Menikmati Pagelaran Tari Klasik Gaya Yogyakarta